KOTA MALANG - Pihak Polda Jatim telah berhasil menangkap pelaku produksi video asusila kebaya merah. Dua tersangka telah ditahan saat ini. Meski telah ditangkap, Ketua Departemen Ilmu Komunikasi UB, Rachmat Kriyantono Ph.D menilai kasus video Kebaya Merah ini bisa menimbulkan citra negative untuk budaya khas nusantara.
“Video ini membuat citra negatif yang menimpa artefak atau produk budaya yang khas Nusantara yakni kebaya dan sewek atau jarit. Bisa juga menyimbolkan perilaku seksualitas ini menjadi warisan sejak dahulu karena kebaya dan sewek sudah ada sejak zaman dahulu, ” ucapnya, Rabu (9/11/2022).
Baca juga:
Danrem 083/Bdj Silaturahmi ke Rektor Unmer
|
Dalam perspektif Ilmu Komunikasi, Rachmat Kriyantono menilai video kebaya merah ini merupakan pesan (konten) komunikasi yang bisa berdampak membahayakan masyarakat.
“Konten ini merupakan edukasi yang merusak norma kesusilaan sebagai bagian budaya adiluhung bangsa, yang bersumber pada nilai agama, ” ucapnya.
Pria yang akrab disapa RK ini menilai konten tersebut tidak pantas bagi semua usia, bukan hanya anak-anak, apalagi disebar di ranah publik yang mudah diakses.
“Jika internet didominasi konten seperti ini maka pola berpikir, bersikap, dan bertindak masyarakat akan mengikuti konten internet tersebut, ” tegasnya.
RK khawatir di masyarakat akan terbentuk budaya baru termasuk standar kesusilaan baru. Dia mencontohkan kasus content creator Situs OnlyFans dan lainnya.
“Para pelaku seakan menganggap perilaku memviralkan adegan mesum ini sebagai kesenangan. Pornografi yang telah bergeser dari hanya bersifat konsumsi privat menjadi bersifat publik dan semula sebagai penikmat menjadi pelaku sudah dianggap biasa oleh generasi muda. Ini berbahaya, ” tegas Guru Besar Ilmu Hubungan Masyarakat ini.
Alumni Doktor University of Western Australia ini menilai menyebarkan ideologi kebebasan yang merusak nilai kemanusiaan terjadi akibat perilaku kehewanan (Actus Homini).
“Actus homini ini bisa juga dikarenakan gangguan otak yang tidak bisa mengontrol pikiran maupun perilaku nafsu kehewanan. Manusia pada dasarnya adalah animal simbolicum (hewan bersimbol) atau homo sapiens (makhluk berpikir) yang dalam bahasa Islam dikenal dengan hayawan nathiq, yakni manusia adalah hewan berpikir, ” tegas RK.
“Jika manusia tidak bisa menggunakan pikirannya dalam berperilaku maka takubahnya seperti hewan, ” sambungnya. (IRF/Humas UB)