KOTA MALANG - Disability Awareness atau kesadaran disabilitas adalah praktik mengetahui, memahami, menakui dan menerima pengalaman individu yang berkaitan dengan disabilitas.
Hal ini disampiakan oleh Zubaidah Ningsih AS., Ph.D selaku Ketua Pusat Layanan Disabilitas, Universitas Brawijaya dalam Pelatihan Penyusunan Publikasi Informasi Melalui Web dan Media Sosial Ramah Difabel, Selasa (21/2/2023).
Kesadaran disabilitas ini, imbuhnya, dibutuhkan dengan berbagai dasar pertimbangan. “Siapapun bisa menjadi disabilitas, selain itu juga untuk mengubah paradigma seperti takut, kasihan, tidak berdaya dan sebagainya. Selain itu juga sebagai pengamalan Pancasila dan amanat Undang-Undang”, ujarnya.
Bentuk kesadaran disabilitas bisa diawali dengan perubahan penyebutan secara spesifik. “Seperti misalnya disabilitas mental, disabilitas intelektual. Ini merupakan standar etika dalam penghormatan dan martabat tentang disabilitas”, jelas dosen di FMIPA UB ini.
“Disabilitas ini juga beragam. Ada Disabilitas Sensorik seperti Netra, tuli atau wicara, disabilitas fisik, disabilitas intelektual, disabilitas mental, atau disabilitas lainnya, termasuk penyakit kronis”, ujarnya.
Untuk mengakomodir aksesibilitas, menurut Zubaedah, bisa melalui berbagai cara.
“Penggunaan jenis huruf, suara, tekstur, kontras, warna, atau komunikasi melalui bahasa bibir atau bahasa tulisan hingga sarana dan prasarana seperti gedung dan bangunan, ramp, toilet aksesibel atau guiding blocks. Dan ini adalah salah satu upaya kita, upaya UB untuk mewujudkan kedilan bagi mahasiswa difabel”, pungkasnya. (*)